Rabu, 16 September 2015

ALLAH [Ensiklopedia]

Bagi pengertian Kristen, Alkitab adalah satu-satunya sumber ajaran tentang Allah. Dalam Alkitab kita menemukan penyataan Allah tentang diriNya sendiri.

I. Kata-kata Ibrani untuk Allah

a. 'el, 'eloah, 'elohim

Sebutan el berakar pada suatu kata yg berarti kekuatan atau tenaga. Dengan arti ini el digunakan dalam PL untuk manusia, dan secara abstrak digunakan untuk benda, selain untuk Allah. Apabila mengacu kepada Allah, maka kata itu sering dirangkai dengan julukan seperti 'Yg Mahakuasa', misalnya el-shaddai, Allah Yg Mahakuasa, atau Maha sempurna. Kata eloah (jarang digunakan kecuali dlm puisi) dan elohim juga digunakan; bentuk jamaknya, elohim, lazim digunakan. Ada yg melihat penggunaan bentuk jamak ini sebagai sisa politeisme, yg lain melihatnya sebagai tanda yg mengacu kepada Trinitas. Tapi lebih mungkin ialah contoh penggunaannya yg lazim dalam bh Ibrani, dimana penggunaan bentuk jamak dimaksudkan untuk mengintensifkan atau memperluas gagasan yg dikemukakan dalam bentuk tunggal. Dengan demikian elohim mengarahkan perhatian kepada kepenuhan Allah yg tak kunjung habis, kepada kelimpahan hidup di dalam Allah.

b. Yahweh

Nama ini, sering ditulis Jehovah, diterjemahkan 'TUHAN' dalam Alkitab terjemahan LAI. Yahweh adalah nama diri Allah, seperti Elohim adalah nama umum bagi Allah. Jadi pada khususnya Yahweh adalah nama dari Allah yg hidup yg dinyatakan oleh Alkitab. Asal mulanya tidak pasti, meskipun mungkin berasal dari kata dasar hwh atau hyh, yg mengandung pengertian 'eksistensi yg mandiri dan tidak bermuasal'. Ketika pertama kalinya dinyatakan kepada Musa dari nyala api yg keluar dari semak duri (Kel 3:11-15), api yg berasal dari dirinya sendiri dan bukan dari sekelilingnya, adalah pertanda dari eksistensi yg mandiri.

Penyingkapan Allah tentang arti nama 'AKU ADALAH AKU', atau mungkin lebih tepat 'AKU AKAN ADA YANG AKU AKAN ADA', mengumumkan kesetiaan Allah dan Allah yg tidak pernah berubah. Ia tetap sama, kemarin, hari ini dan selama-lamanya. Sementara Kel 6:3 nampaknya mengemukakan bahwa nama Yahweh belum dikenal sebelumnya, sedang dalam terang Kej 15:7; 28:13 sudah diperkenalkan, maka Kel 6:3 mengartikan bahwa Nama itu belum dinyatakan sebelumnya dalam pengertian yg sebenarnya dan dalam makna kualitasnya. Perlu diperhatikan bahwa dalam penyataan ini Yahweh menyatakan diriNya bukan sebagai Allah yg baru atau Allah yg asing, sesungguhnya tidak ada yg lain, kecuali 'Yahweh, Allah nenek moyangmu' (Kel 3:16).

c. 'adonay

Ini juga bentuk jamak, mengacu kepada Allah sebagai penuh kehidupan dan kuasa. Artinya 'Tuhan', atau dalam bentuknya yg lebih diperkuat, 'Tuhan dari segala tuan', dan 'Tuhan semesta', yg menunjukkan Allah sebagai Pemerintah yg kepada-Nya segala sesuatu tunduk dan kepada-Nya manusia dihubungkan sebagai hamba (Kej 18:27). Sebutan ini paling disukai oleh para penulis Yahudi di kemudian hari, dan nama itulah yg diambil untuk mewakili nama suci YHWH.

Anggapan bahwa pemakaian nama-nama ini menunjukkan adanya perbedaan antara Allah yg lebih tinggi dan yg lebih rendah dalam pemikiran penulis-penulis PL, tidak cocok dengan fakta-fakta, dan apabila hal itu dijadikan patokan bagi penentuan sumber-sumber maka akan menyebabkan kekacauan belaka. Memang penulis-penulis PL menekankan aspek-aspek yg berbeda tentang sifat Allah, tapi hal ini tidak mendukung pandangan evolusioner tentang agama Israel yg berkembang dari polidemonisme sampai kepada monoteisme. Kecenderungan umum yg berlaku di Israel ialah arah yg sebaliknya, yaitu mundur dari`monoteisme murni dan menerima pengaruh politeisme dari bangsa-bangsa di sekitarnya. Walaupun terdapat perkembangan sejarah tentang penyataan din Allah kepada Israel, sifat dasar dan tabiat-Nya tetap tidak pernah berubah selama-lamanya.

Allah yg dinyatakan oleh Kitab Suci adalah Allah Yg Hidup, berpribadi, yg sendirinya ada dan tidak dijadikan, sadar akan diriNya, Pencipta alam semesta, Sumber kehidupan dan berkat. Kehidupan-Nya, sifat-Nya dan kehendak-Nya adalah tema-tema pokok yg menjiwai pemikiran-pemikiran para penulis Alkitab.

II. Keberadaan Allah

Adalah benar bahwa Alkitab tidak pernah membicarakan keberadaan Allah terlepas dari sifat-sifat-Nya, karena Allah adalah Apa yg Ia sendiri nyatakan tentang diriNya. Tapi adalah mungkin untuk memikirkan keberadaan Allah dalam hubungan dengan keberadaan kita manusia, atau dari segi kesamaan maupun kebalikannya, sekalipun hakikatnya tetap tak dapat dipahami. Dapat dikatakan bahwa Allah adalah Roh, Roh Sejati, berpribadi dan tidak terbatas.

Menurut penyataan Kristus kepada wanita Samaria, Allah adalah Roh (Yoh 4:24), dan kita harus memahami Dia sebagai Roh Sejati, dengan pengertian bahwa Ia bukanlah kumpulan atau terdiri dari bagian-bagian, melainkan tanpa tubuh atau wujud jasmaniah, dan justru tak dapat dilihat dengan indra jasmaniah (Yoh 1:18).

Alkitab juga jelas menyatakan bahwa Allah adalah Roh, berpribadi, rasional, sadar akan diriNya, mengambil keputusan dari diriNya, dan pelaku moral yg piawai. Allah adalah Akal yg tertinggi, dan sumber dari segala rasionalitas yg ada dalam seluruh ciptaan-Nya.

Allah adalah Roh Yg Mahakuasa, tanpa ikatan dan batasan apa pun atas keberadaan-Nya atau atas salah satu sifatNya, dan setiap aspek dan unsur dari kodrat-Nya tidak terbatas. Terkait dengan waktu, ke-'tanpa-batas'-an-Nya disebut kekekalan. Terkait dengan ruang atau tempat Ia disebut omnipresen (hadir di mana-mana). Terkait dengan semesta alam Ia dinyatakan baik transenden maupun immanen. Yg dimaksud dengan Allah yg transenden ialah, keterlepasan-Nya dari seluruh ciptaan-Nya sebagai Pribadi yg berdaulat dan bebas bertindak sendiri dan yg 'ada hadir' sendirinya. Ia tidak dikungkung oleh alam, tapi tanpa batas Ia diagungkan di atasnya. Bahkan bagian-bagian Alkitab yg secara khas menyingkap manifestasi-Nya yg temporal dan lokal menekankan keagungan-Nya dan kemahakuasaan-Nya (omnipoten) sebagai Pribadi luar dunia, Pencipta dan Hakim Yg Mahakuasa (bnd Yes 40:12-17).

Yg dimaksud dengan Allah yg immanen ialah kehadiran dan kuasa-Nya yg senantiasa berlaku dalam ciptaan-Nya. Ia tidak berdiri jauh dari dunia, tidak masa bodoh dan berpangku tangan menonton dari jauh hasil karya ciptaan-Nya; Ia merasuki segala sesuatu yg organik dan yg anorganik, bertindak dari dalam ke luar, dari titik pusat setiap atom dan dari sumber paling dalam pikiran dan kehidupan dan perasaan, yaitu suatu rangkaian bersinambungan, dari sebab dan akibat. Dalam Yes 57:15 terdapat ungkapan tentang Allah yg transenden sebagai 'Yg Mahatinggi dan Yg Mahamulia, yg bersemayam untuk selamanya dan Yg Mahakudus namaNya', dan tentang Dia yg immanen sebagai 'Yg juga bersama-sama orang yg remuk dan rendah hati'.

III. Sifat-sifat Allah

Jika Allah adalah Pribadi, maka sebagai pelaku moral Ia memiliki tabiat. Jadi kita dapat berbicara tentang sifat-sifat yg dapat dihubungkan dengan tabiat Allah. Sekalipun tidak ada sifat yg dapat menjelaskan keadaan Allah, namun sifat-sifat yg sedemikian banyak dikemukakan dalam Alkitab memberikan penjelasan yg memadai tentang transendensi dan immanensi-Nya. Tapi haruslah diingat bahwa sifat-sifat Allah adalah tercakup dalam keberadaan-Nya, justru sifat-sifat-Nya itu adalah koeksistensif dengan kodrat-Nya.

Di dalam Allah sifat-sifat dan keberadaan adalah satu. Di dalam manusia tidak demikian halnya. Sifat-sifat manusia -- karena dia makhluk -- adalah terbatas. Di dalam manusia ada perbedaan antara keberadaan, kehidupan, pengetahuan dan kemauan. Yg sangat kita harapkan ialah keempat hal tersebut dapat berimbang. Dalam ihwal Allah, sifat-sifat-Nya tetap berdaya rasuk dan masing-masing tidak terhingga dan tanpa batas. Sebagai contoh, tak dapat dikatakan bahwa Allah adalah sebagian kasih dan sebagian adil karena seantero diriNya adalah kasih dan sekaligus seantero diriNya adalah adil. Setiap sifat Allah pada diriNya adalah Allah sendiri, dan Allah diekspresikan sepenuhnya dalam setiap sifat-Nya itu. Manusia tetap manusia sekalipun ia tidak memiliki salah satu sifat manusia tertentu: Allah bukanlah Allah tanpa segenap sifat-Nya.

Adalah tepat membagi sifat-sifat Allah dalam dua jenis. Pertama, sifat-sifat yg dapat dikomunikasikan atau diberikan atau diteruskan; dan yg kedua, sifat-sifat yg tidak dapat dikomunikasikan (kadang-kadang disebut sebagai 'berhubungan' dan 'tidak berhubungan'). Sifat-sifat yg dapat dikomunikasikan (dlm batas tertentu) kepada makhluk ciptaan-Nya yg berakal dan berbudi pekerti, antara lain ialah: kebijaksanaan, kebaikan, kebenaran, keadilan, kasih -- yakni sifat-sifat yg menyatakan immanensi Allah. Sifat-sifat yg tidak dapat dikomunikasikan atau diteruskan ialah: kesempurnaan Allah yg tidak mempunyai kesamaan dalam (diri) manusia -- misalnya: Allah tidak diciptakan, tidak berubah, mahatahu, kekal -- yakni sifat-sifat yg menekankan transendensi-Nya. Kendati demikian, sifat-sifat terakhir ini dapat dimengerti.

Yg dimaksud dengan ihwal 'tidak diciptakan', ialah Allah mempunyai keberadaan-Nya sendiri -- berbeda dari semua makhluk ciptaan-Nya -- Ia tidak menggantungkan keberadaan-Nya kepada yg ada di luar diriNya sendiri.

Yg dimaksud dengan ketidakberubahan Allah, ialah Ia tidak memiliki perubahan apa pun dalam diriNya, dalam kesempurnaan-Nya, maksud-maksud-Nya dan janji-janjiNya. Semua saran tentang perubahan yg ditujukan kepadaNya dalam Alkitab adalah kata-kata kiasan, yg disesuaikan dengan sudut pandangan manusia biasa.

Yg dimaksud dengan keabadian-Nya, ialah Allah berada di atas batas-batas waktu, tanpa awal dan tanpa akhir, dan tanpa pergantian waktu. Hal ini akan lebih mudah dimengerti dengan mengingat bahwa waktu tidak ada baik di dan oleh dirinya sendiri, dan hanyalah merupakan iringan dari kejadian. Dalam Allah tidak ada waktu, tidak ada 'menjadi'; Ia adalah yg kekal 'Aku Ada', dan kekinian-Nya adalah kekal.

Yg dimaksud dengan kemahatahuan Allah dan kehadiran-Nya di mana-mana, ialah bahwa Ia berada di atas batas-batas tempat dan ruang. Pengetahuan Allah adalah bagian dari sifat-Nya dan tidak perlu dipelajari-Nya, berbeda dari hal setiap manusia. Justru pengetahuan-Nya adalah mutlak lengkap dan mutlak sempurna, dan mencakup waktu lampau, kini dan waktu yg akan datang. Kemahatahuan-Nya menyertai kehadiran-Nya di mana saja, sebab pengetahuan Allah meliputi kehadiran Allah di segala tempat dan ruang dan pada segala waktu. Bukan bahwa Allah berada di mana-mana, melainkan di mana-mana itulah Dia dan ada pada Dia. Lagipula, Ia utuh seluruhnya, bukan sebagian Dia saja, hadir di mana-mana.

Yg dimaksud dengan kemahakuasaan Allah, ialah sesuatu yg sangat berbeda dari kuasa yg ada pada manusia. Pada manusia kuasa adalah usaha kemauan yg memanfaatkan atau menggunakan kuasa yg telah tersedia ada sebelumnya; pada Allah kemahakuasaan adalah sifat yg memiliki daya cipta, suatu 'daya kemampuan' menciptakan segenap karya ciptaan yg ada dari yg tiada. Dalam Allah semua kuasa adalah kreatif.

Kekudusan dapat disebut sebagai sifat Allah yg paling khas, kemilau dari segala keberadaan-Nya. Dan kekudusan-Nya-lah yg paling khas memisahkan Dia dari segenap ciptaan-Nya -- karena hanya Dia yg kudus -- dan itulah pula yg membuat Dia tidak terhampiri dalam segala kesempurnaan-Nya. Kekudusan-Nya itulah semarak dan kemegahan intelektual dan moral-Nya, kemurnian etis yg olehnya Ia menyukai kebaikan dan membenci yg jahat (*KEKUDUSAN).

IV. Kehendak Allah

Kehendak atau kemauan Allah terutama menyatakan 'sifat menentukan sendiri' yg olehnya Allah bertindak sesuai kemahakuasaan-Nya dan ke-Allah-an-Nya yg abadi. Meskipun kehendak Allah tidak dapat dikatakan terbatas, kesempurnaan-Nya memberikan keyakinan bahwa Ia tidak akan pernah melakukan sesuatu apa pun yg bertentangan dengan tabiat-Nya. Para teolog membedakan kehendak Allah memutuskan sendiri, yg dengannya Ia memutuskan sendiri apa pun yg terjadi, dari kehendak-Nya menyuruh, yg dengannya Ia menugasi makhluk-makhluk-Nya melakukan tugas-tugas yg harus mereka lakukan. Dapat dimengerti, bahwa kehendak memutuskan sendiri selalu tuntas, sedangkan kehendak menyuruh sering tidak ditaati. Jika kita memikirkan kedaulatan kuasa kehendak Allah, kita mengakui bahwa kekuasaan tersebut memperlihatkan Allah sebagai dasar mutlak dari segala keberadaan, dan dasar mutlak dari segala sesuatu yg pernah terjadi, atau secara aktif menyebabkan sesuatu terjadi, atau secara pasif membolehkan sesuatu terjadi. Jadi, masuknya dosa ke dalam dunia dikaitkan dengan kehendak Allah yg bersifat membolehkan.

Ciri-ciri khas dari kehendak Allah ialah, di balik kehendak-Nya terdapat kebijaksanaan dan kekudusan-Nya yg tidak terbatas, dan kehendak-Nya itu dilaksanakan-Nya dengan penuh anugerah dan kebaikan, dan tindakan-Nya dilakukan tanpa syarat atau secara mutlak sebab kehendakNya itu tidak bergantung kepada sesuatu apa pun di luar Allah sendiri. Tujuan dari semuanya ini adalah untuk kemuliaan-Nya, atau dapat dikatakan, manifestasi dari kemuliaan-Nya di mana dalamnya terletak berkat sepenuhnya kepada makhluk-makhluk-Nya.

Segi kehendak Allah yg paling sering disinggung dalam Alkitab ialah tujuan-Nya yg berkuasa. Maksud dan tujuan Allah itu mencakup dan meliputi semuanya. Ini sesuai dengan kodrat Allah yg hakiki, sebab pengetahuan-Nya adalah langsung, serta merta dan lengkap, dan Ia tidak perlu menunggu terbentangnya peristiwa-peristiwa atau kejadian-kejadian, tidak seperti manusia harus menunggunya. Jadi Ia sanggup mencakup segala hal dalam satu rencana. Dikatakan bahwa tujuan-Nya adalah bebas, berkuasa dan tidak berubah -- bebas dalam arti bahwa Ia tidak dapat di bawah pengaruh suatu apa pun atau oleh siapa pun di luar diriNya sendiri; Allah berkuasa sebab Ia mempunyai kemahakuasaan untuk melakukan maksud-maksud-Nya; Allah tidak berubah karena tidak ada perubahan dalam Allah, sebab perubahan mengacu kepada lemahnya kebijaksanaan dalam membuat rencana, atau kurangnya kuasa melaksanakan sesuatu. Justru dikatakan selanjutnya, sebab tidak akan ada keadaan darurat atau bahaya di luar dugaan, dan tidak ada kekurangan dalam batas kemampuan, maka dalam Dia tidak akan pernah ada penyebab mungkinnya terjadi perubahan.

Jika kita tidak mampu 'memadankan' kemahakuasaan Allah dengan tanggung jawab manusia, maka ketidakmampuan itu adalah sebab kita tidak mengerti pengetahuan Allah dan pemahaman-Nya tentang segala hukum yg menguasai tingkah laku manusia. Seantero Alkitab mengajarkan, bahwa seluruh kehidupan manusia dijalaninya atas topangan dan kekuatan yg berasal dari kuasa Allah 'yg di dalam Dia kita hidup, kita bergerak, kita ada' (Kis 17:28), dan seperti burung bebas bergerak di udara dan ikan bebas hidup di laut, masing-masing di tempatnya yg sewajarnya, demikianlah manusia mempunyai kebebasan yg sebenarnya dalam kehendak Allah yg menciptakan dia bagi diriNya.

V. Kebapakan Allah

Penyataan Kristen tentang Allah ialah Allah sesungguhnya adalah Bapak. Sebutan itu paling sering dipakai oleh Yesus terhadap Allah. Dalam teologi Kristen sebutan Bapak terutama mengacu kepada Oknum Pertama dari Tritunggal. Tapi karena Oknum Pertama dianggap sebagai sumber dari Allah Yg Ilahi, yaitu yg melambangkan martabat, kehormatan, dan kemuliaan Tritunggal, maka sebutan Bapak kadang-kadang dipakai apabila menunjuk kepada Allah atau Allah Yg Mahatinggi (bnd 1 Ptr 1:17; Yak 1:27; juga Yes 9:5, di mana Mesias disebut 'Bapak yg kekal' sebagai hunjukan kepada Allah Yg Mahatinggi).

Pengertian tentang Allah sebagai Bapak tidak berasal dari ajaran Yesus, walaupun Ia memberikan kepadanya konsep baru dan dalam. Pemikiran ini terdapat dalam PL dengan hubungan yg kreatif dan hubungan yg teokratif. Hubungan dasariah Allah kepada manusia yg Ia ciptakan dalam gambar-Nya, mendapat gambar padanan paling lengkap dan tepat pada hubungan alami itu yg meliputi pemberian hidup. Maleakhi mengajukan pertanyaan, 'Bukankah kita sekalian mempunyai satu Bapak, bukankah satu Allah menciptakan kita?' (2:10). Yesaya berseru, 'Sekarang, ya Tuhan, Engkaulah Bapak kami! Kamilah tanah liat dan Engkau-lah yg membentuk kami; dan kami sekalian adalah buatan tanganMu' (Yes 64:8).

Tapi dalam arti rohanilah terutama hubungan ini diajukan. Dalam Ibr 12:9 Allah disebut 'Bapak segala roh', dan dalam Bil 16:22 disebut 'Allah dari roh segala makhluk'. Paulus, ketika berbicara dari atas Areopagus, memakai pikiran ini untuk menekankan irasionalitas manusia rasional yg menyembah berhala-berhala dari kayu dan batu, dengan mengutip penyair Aratus ('Karena kita juga adalah keturunan') untuk menunjukkan bahwa manusia adalah makhluk Allah. Jadi manusia sebagai makhluk adalah padanan dari ke-Bapak-an Allah pada umumnya. Tanpa Bapak Pencipta tidak ada warga manusia, tidak ada keluarga umat manusia.

Acuan atau sebutan Bapak dalam PL juga mengungkapkan hubungan perjanjian Allah kepada umat-Nya, Israel. Dalam pengertian ini hubungan tersebut adalah hubungan kolektif, bukan hubungan perseorangan. Israel sebagai umat perjanjian adalah anak Allah, justru ditantang untuk mengakui dan menanggapi hubungan Bapak -- anak ini, 'Jika Aku ini Bapak, dimanakah hormat yg kepada-Ku itu?' (Mal 1:6). Tapi karena hubungan perjanjian itu bersifat menyelamatkan dalam pengertian rohaninya, hubungan ini dapat dianggap sebagai pertanda penyataan ke-Bapak-an Allah dalam PB.

Dalam PB sebutan Bapak dipakai dalam pengertian khas dan sangat pribadi. Kristus memakainya terlebih dahulu, mengenai hubungan-Nya sendiri dengan Allah. Terdapat bukti mencolok bahwa hubungan ini adalah unik dan tidak dapat dibagikan dengan makhluk apa pun juga. Allah adalah BapakNya melalui kelahiran yg kekal, istilah yg menggambarkan hubungan hakiki dan abadi. Adalah penuh arti betapa Yesus dalam ajaran-Nya kepada ke-12 murid-Nya tidak pernah memakai sebutan 'Bapak kita', mencakup baik diriNya dan murid-murid-Nya. Dalam amanat-Nya setelah kebangkitan-Nya, Ia menunjukkan dua hubungan yg berbeda yaitu 'BapakKu dan Bapak-mu' (Yoh 20:17); tapi kedua hubungan tersebut terangkai sedemikian rupa, sehingga yg satu menjadi dasar bagi yg lain. Ia sebagai Anak, meskipun dalam tingkat yg sama sekali unik, adalah dasar dari status murid-murid sebagai anak.

Inilah hubungan yg menyelamatkan bagi semua orang percaya. Dalam konteks penyelamatan, hal ini dilihat dari dua segi, yaitu dari kedudukan mereka di dalam Kristus dan dari pekerjaan Roh Kudus yg membaharui di dalam mereka. Dari segi pertama, mereka -- dalam persekutuan yg hidup dengan Kristus -- diterima masuk ke dalam keluarga Allah dan dengan demikian diberikan segala hak istimewa sebagai anak; 'dan jika kita adalah anak, maka kita juga adalah ahli waris' (Rm 8:17). Dari segi kedua, mereka dianggap sebagai dilahirkan ke dalam keluarga Allah melalui kelahiran kembali. Yg pertama adalah segi obyektif, sedangkan yg kedua adalah aspek subyektif. Oleh kedudukan mereka yg baru (pembenaran) dan hubungan (pengangkatan) kepada Allah Bapak di dalam Kristus, mereka diikutsertakan dalam kodrat ilahi (2 Ptr 1:4) dan dilahirkan ke dalam keluarga Allah.

Jelaslah bahwa ajaran Yesus tentang ke-Bapak-an Allah, membatasi hubungan itu terhadap umat-Nya yg percaya. Tidak pernah dilaporkan bahwa Ia menganggap hubungan ini terjadi antara Allah dan orang yg tidak percaya. Ia bukan hanya tidak mengisyaratkan Allah sebagai Bapak yg menyelamatkan semua orang, tapi Ia mengatakan dengan sangat tajam kepada orang-orang Yahudi yg suka bertengkar, 'Iblislah yg menjadi bapakmu' (Yoh 8:44).

Dalam hubungan Bapak inilah PB menunjukkan segi-segi yg lebih lembut dari tabiat Allah, kasih-Nya, pemeliharaan-Nya, karunia-Nya dan kesetiaan-Nya. Dalam mendidik ke-12 murid-Nya Kristus memakai gambaran dan hubungan bapak duniawi kepada anak-anaknya dan dari sana terus maju ke tingkat yg lebih tinggi: 'Betapa terlebih lagi Bapak-mu yg di sorga....'

Selasa, 15 September 2015

Roh Kudus


PNEUMATOLOGI [Kamus Browning]

Bidang dalam ilmu teologi yang mempelajari ajaran tentang --> Roh Kudus (dari bahasa Yunani pneuma, yang berarti 'nafas', atau 'roh').


ROH KUDUS [Kamus Browning]

Kata Ibrani ruah dan kata Yunani pneuma berarti 'napas' atau 'angin', dan diterjemahkan dengan 'roh', yang menunjukkan kuasa pemberi kehidupan yang tak terlihat. Jika digabungkan dengan 'kudus', maka kuasa itu dikatakan sebagai yang ilahi, meskipun kombinasi dua kata tersebut hanya tampak tiga kali dalam PL (Yes. 63:10, 11; Mzm. 51:11).Roh dalam Kej. 1:2 adalah kuasa Allah, yang dengan-Nya Allah menciptakan alam semesta. Itu adalah roh yang menyemarakkan *persekutuan dengan --> pengharapan masa depan (Yeh. 11:14-21) dan yang menghembuskan kehidupan ke dalam tulang-tulang kering di lembah dalam *penglihatan Yehezkiel (Yeh. 37:1-10). Dinubuatkan bahwa era mesianik di masa depan akan ditandai dengan --> karunia Roh Allah ke atas semua bangsa, tanpa memandang umur atau jenis kelamin (Yl. 2:28).Pembicaraan mengenai Roh Kudus dalam Injil-injil Sinoptik hanya sedikit, kecuali pada saat --> kelahiran Yesus (Mat, 1:18; Luk. 1:35) dan *pembaptisan-Nya (Mrk. 1:8). Dikatakan bahwa Roh bekerja dalam --> pelayanan Yesus melawan kuasa-kuasa --> jahat (Mat. 12:28). Sedikitnya petunjuk tentang Roh Kudus mungkin karena adanya keyakinan bahwa karya Roh Kudus baru terlihat setelah --> kebangkitan Yesus (Yoh. 7:39).Dikatakan bahwa setelah kebangkitan, Roh Kudus akan menjadi penopang semangat misioner jemaat (Kis. 1:8), sebagaimana dijanjikan Yesus (Luk. 24:49). 50 hari setelah --> Paskah (Kis. 2:1), atau pada malam Paskah (Yoh. 20:22) Roh Kudus turun, Dia adalah Roh Kristus (Rm. 8:4; 2Kor. 3:18). Paulus tidak menyamakan Yesus dengan Roh Kudus. Juga tidak dalam 2Kor. 3:17, di sana terdapat kesamaan fungsi dalam karya --> penebusan. Roh bekerja melalui Gereja, dan Kisah Para Rasul merupakan cerita panjang lebar mengenai pimpinan Roh atas para rasul dan para pemberita Injil. Dalam Injil Yohanes lima kali Roh itu disebut sebagai 'paraklete', yang berarti 'pembela'. Ia hadir untuk memperdalam pengertian para murid mengenai kebenaran Kristus. Sebagaimana Roh memenuhi jemaat (Ef. 4:4), Ia juga adalah kuasa yang membimbing orang beriman secara individual dan mengaruniakan berbagai karunia kepada mereka untuk melayani seluruh persekutuan (1Kor. 12:7), jangan dikacaukan dengan roh-roh jahat (Rm. 8:5) yang menimbulkan perselisihan (1Tim. 4:1). Karena itu, roh' dipertentangkan dengan 'daging', yang berturut-turut merupakan sifat kehidupan zaman baru dan kehidupan lama.Dalam teologi Kristen kemudian hari, Roh Kudus adalah pribadi ketiga --> Trinitas -- dalam PB bukanlah doktrin yang dapat dilihat secara eksplisit. Namun, dipertahankan bahwa para penulis PB memberi jalan bagi apa yang pada waktunya didefinisikan oleh Bapa-bapa Gereja, yang hidup dalam iklim filsafat Yunani. Mereka menggunakan terminologi zamannya untuk menarik implikasi-implikasi metafisik dari data PB.


Roh Kudus [Glosari AYT]

Disebut juga Roh Allah, Roh Kristus, dan Penghibur. Bersatu dengan Allah dan Kristus, Dia melakukan pekerjaan Allah di antara manusia di dunia ini. Dia menolong umat Allah dan menyampaikan firman (kebenaran) Allah kepada mereka.


ROH KUDUS [Ensiklopedia]

Alkitab menyebut Roh Kudus juga Roh Allah, Roh Kebenaran, Roh Tuhan, Roh Yesus, Roh Penghibur. Roh Kudus juga dilambangkan dengan nafas, angin, merpati, jari Allah, api. Kepelbagaian itu membantu untuk menerangkan identitas dan kerja Roh.

Ada yg berpendapat bahwa ajaran PL dan ajaran PB mengenal pokok ini tak dapat dipersatukan, tapi pendapat itu tidak benar. PL dan PB tidak bertentangan tentang pemeliharaan Allah dan anugerah-Nya, atau tentang tindakan Logos dalam penciptaan dan pekerjaan penyelamatan oleh Anak Allah, atau mengenal Roh Kudus. Bapak dan Anak aktif dalam kedua Kitab Perjanjian itu, dan Roh Kudus bekerja sepanjang zaman. Memang benar, hanya dalam PB terdapat gambaran rinci mengenal aktivitas-Nya. Tapi ajaran Tuhan Yesus dan para rasul sama sekali tidak bertentangan dengan apa yg kita pelajari dari penulis PL.

Karena Allah itu Roh adanya (Yoh 4:24), pemikiran tentang Trinitas berasaskan 'Roh', mengaburkan perbedaan antara Roh, Bapak, dan Anak. Berbicara mengenal Roh sebagai tali kasih antara Bapak dan Anak, atau mendefinisikan Roh sebagai 'tindakan hidup Allah di dunia', memang menekankan kebenaran berharga namun cenderung mengurangi kepribadian Roh, sehingga Ia menjadi tidak lebih dari pengaruh atau kekuatan yg bersifat baik.

Berita PL tentang aktivitas Roh memang lebih mudah diterangkan sebagai aktivitas dari sesuatu yg impersonal -- tidak berpribadi -- daripada berita PB. Tapi Allah hadir secara pribadi dan berkuasa melalui Roh-Nya, demikian PL dan PB. Dalam PL dan PB ada gerakan dalam pekerjaan Roh Kudus dari yg eksternal ke yg internal -- dari yg lahiriah ke yg batiniah, dan dari penerapan atas 'keadaan' ke penerapan atas 'watak'. Ihwal yg ragawi dan amoral menuju ke yg rohani dan moral.

I. PL

Dalam PL dapat dilihat lima segi pekerjaan Roh.

a. Pekerjaan Roh dalam penciptaan

Roh melayang-layang di atas permukaan air (Kej 1:2), membentuk manusia (Kej 2:7), mencerahkan langit (Ayb 26:13), memelihara kehidupan binatang, dan membaharui permukaan bumi (Mzm 104:30). Roh itulah ruakh ('nafas', 'angin') Allah, tenaga dan kekuatan Allah, asas dari kehidupan manusia dalam segala seginya. Manusia -- roh, jiwa dan tubuh -- terbuka bagi kuasa Roh Allah, belajar mencerminkan Allah. Roh manusia adalah 'pelita Tuhan' (Ams 20:27) bila berada dalam Roh Tuhan. Bila roh manusia mempunyai hubungan yg benar dengan Roh Allah, maka ia memenuhi kehendak Tuhan atas dirinya. (Dlm PL manusia mempunyai roh atau roh adalah sinonim dari ia mempunyai 'hati' atau ia adalah pribadi.) Sayang, karena dosa, manusia membuat dirinya menjadi pusat hidupnya. Dalam keadaan ini ia merusak kepribadiannya sendiri, tidak menghormati Allah dan menghinakan RohNya. Tapi bila kepribadiannya berpusat pada Roh Allah maka ia mempermuliakan Allah.

b. Pekerjaan Roh dalam melengkapi manusia bagi pelayanan

Roh datang pada orang yg dipilih Allah untuk tugas tertentu dan menganugerahkan kecakapan untuk mengemban tugas itu, mis keahlian (Kel 31:3), kepemimpinan (Hak 3:10), kekuatan badani (Hak 14:6). Hal itu dibuat-Nya tanpa harus mengubah moral orang itu.

c. Pekerjaan Roh dalam mengilhami para nabi

Ada kalanya mereka yg fanatik mengatakan dini digerakkan oleh Roh Kudus melakukan hal-hal yg bagi orang-orang lain adalah berlebih-lebihan. Orang-orang lain itu sangat berhati-hati dan lebih mengerti perihal rohani. Akibatnya orang-orang lain itu cenderung memisahkan dini dari kelompok fanatik itu, dan tidak begitu gamblang menyebut diri didiami oleh Roh Kudus (Am 7:14; Yer 31:33; Hos 9:7). Sementara itu ada pula nabi yg sungguh-sungguh menyadari peranan dan pengaruh Roh Kudus. Karya Roh Kudus dipandang tinggi bobotnya dalam wujud moral, sedangkan kemungkinan bergerak secara spontan dalam hal-hal rohani dan kebebasan melampaui kebiasaan diakui.

Pada prinsipnya pandangan ini diulangi oleh Yesaya dan Yehezkiel, yg terus terang dan tegas menyamakan Roh Kudus dengan Allah (Yes 63:10, 11) dan memberikan dua dari ketiga contoh dalam PL dimana istilah 'Roh Kudus' digunakan.

d. Pekerjaan Roh Kudus dalam menghasilkan kehidupan bermoral

Bagi pemazmur kehadiran Roh Kudus berarti kehancuran roh manusia dan penyesalan, hati yg bersih, setia dan bahagia. Dalam Mzm 139:7 Roh Allah disamakan dengan kehadiran-Nya dan keduanya tak dapat dihindari. Pendekatan dan kuasa Allah membuat pemazmur menaikkan permohonan supaya hati nuraninya diselidiki dan ia dipimpin di jalan kekal (ay 23, 24).

e. Pekerjaan Roh menubuatkan Mesias

Pemazmur mencatat kehadiran Roh pada zamannya dan beberapa penafsir menganggap itu puncak penyataan Roh dalam PL. Tapi nabi juga merujuk pada pekerjaan Roh pada masa datang, dan tentang itu ada dua acuan. Pertama, nubuat bahwa Roh akan mendiami tokoh mesianis (Yes 11:2; 42:1-4; 61:1, 2; bnd Luk 4:18). Kedua, nubuat tentang kegiatan Roh dalam umat perjanjian Allah umumnya (Yeh 36:26, 27; Yl 2:28 dab).

Kurun waktu antar perjanjian (inter-testamental) kurang mengalami kehadiran Roh. Menurut dugaan, dengan penuh kerinduan orang zaman itu menoleh ke belakang, atau dengan sangat berharap memandang ke depan, tapi tidak mengalami sukacita sebagai dampak pekerjaan Roh. Namun beberapa penafsir Gulungan Laut Mati berkata, kuasa Roh Kudus dialami oleh orang Esen dan mungkin juga oleh sekte lain sebelum kedatangan Kristus.

II. PB

PB penuh rujukan pada Roh (Yunani pneuma). Ia disebut dalam tiap kitab kecuali 2 dan 3 Yoh. Dalam Injil Sinoptik banyak acuan kepada Roh berkaitan dengan peristiwa akbar dalam hidup Yesus, kontras dengan kurangnya ucapan Yesus sendiri mengenai pekerjaan Roh. Ucapan Yesus yg berkaitan dengan Roh hanya lima, dan beberapa sarjana mengatakan hanya satu dari antaranya sebagai asli (Mrk 3:29 = Mat 12:31 = Luk 12:10), yg lainnya dicurigai dengan berbagai alasan. Ini bukanlah tempat untuk membicarakan keberatan itu secara rinci. Cukup mengatakan bahwa seandainya ucapan Kristus tentang Roh ditiadakan, maka tindakan itu sama sekali tidak dapat diterapkan atas rincian kehidupan-Nya yg dicatat penulis Sinoptik. Roh itu berperan serta dalam peristiwa sebelum kelahiran Yesus (Luk 1:15, 35, 41), pada kelahiran dan peristiwa lain yg segera menyusul (Luk 2:25-27), baptisan (Mat 3:13-17), pencobaan (Mat 4:1-11), permulaan pelayanan (Luk 4:14), ucapan pengantar pada awal pelayanan Yesus (Luk 4:18 dab), pengusiran roh jahat dan pemberian kuasa kepada rasul-Nya untuk membaptis dalam nama Tritunggal termasuk Roh Kudus (Mat 28:19). Hal ini bersama pertimbangan lain, cukup untuk membantah pendapat bahwa dalam 'agama Yesus' peranan Roh lebih sempit dari peranan-Nya dalam 'kepercayaan gereja perdana', dan pendapat bahwa Yesus takut terhadap pengertian yg berlebih-lebihan perihal Roh pada saat itu, sehingga lebih menyukai persekutuan akrab dengan BapakNya.

Yoh 14-16 yg penuh uraian tentang Roh, menerangkan mengapa Yesus kurang menyebut Roh pada permulaan pelayanan-Nya. Roh tak berperan sepenuhnya dalam dini orang percaya dan atas dunia sampai Anak kembali kepada Bapak melalui salib, kebangkitan dan kenaikan. Memang Yesus memiliki Roh dan Roh tersedia bagi Dia (Yoh 3:34), tapi Roh hanya dapat mendiami murid Yesus (Yoh 14:17). Dan karena Roh -- pada hakikatnya -- adalah 'diri Kristus', maka peranan langsung Roh tidak terlalu mendesak bagi sedikit orang yg sedang menikmati kehadiran Kristus. Kristus sendiri adalah Penasihat, Pembela, Penghibur dan Sumber kekuatan, sehingga selama kehadiran-Nya sepanjang kurun waktu inkarnasi-Nya di bumi ini, peranan penghibur (Parakletos) belum begitu mendesak hingga Kristus kembali ke sorga. Selama Kristus sendiri dapat langsung menjelaskan diriNya sendiri, bersaksi dan menyampaikan ajaran-Nya kepada murid-murid-Nya, maka tidak diperlukan Yg lain untuk memberikan pencerahan, bersaksi dan membuat Firman diingat. Tapi bila Yesus meninggalkan mereka, maka penting Bapak mengutus Roh untuk mengambil alih tugas-tugas tersebut terhadap orang-orang percaya, dan juga tugas-tugas selanjutnya yakni menginsafkan dunia akan dosa karena tidak percaya kepada Kristus; akan kebenaran karena Kristus, penjelmaan kebenaran, telah naik kepada Bapak; akan penghakiman karena penguasa dunia dihukum dalam kematian Kristus (Yoh 16:7-11). Dengan jelas Kristus menyatakan bahwa Roh tidak akan meniadakan karya dan pribadi-Nya, tapi akan menyampaikan dan menata kekayaan anugerah dan karya Kristus (lih Kis 1:1, berarti Yesus melanjutkan pekerjaan dan ajaran-Nya melalui RohNya Yg Kudus).

Dengan demikian tak dapat dikatakan bahwa Yesus menurut Alkitab sengaja mengabaikan atau tidak mengakui pentingnya peranan Roh; atau bahwa bila Ia dicatat menyebut Roh, maka hal itu adalah melulu pengaruh gereja perdana yg memasukkan pengalaman Pentakosta dan post Pentakosta ke dalam Injil.

Pernah dikatakan bahwa pada ps-ps permulaan Injil Yoh, Yesus menarik perhatian pada Roh yg ada sekarang (Yoh 3:5-8), tapi dalam bagian terakhir Yesus berbicara mengenai Roh yg akan datang. Dalam hal ini harus diterima keduanya, bukan mempertentangkan yg satu terhadap yg lain. Nubuat Yohanes Pembaptis bahwa Kristus akan membaptis orang dengan Roh dan api, digenapi sebagian dalam hidup-Nya, namun hal ini baru mendapat penggenapan sepenuhnya pada hari Pentakosta.

Kis menceritakan 'pencurahan' Roh dan pekerjaan ganda-Nya. Kadang-kadang penekanan terletak pada kekuatan Roh seakan-akan Ia bertindak secara impersonal ('turun ke atas', 'memenuhi'; lih Kis 2:1 dab). Kadang-kadang Ia bertindak dengan penampilan berpribadi -- personal, ump Kis 5:1 dab, di mana Ia dapat dibohongi dan dalam ay lain Ia membimbing, memilih dan menghibur. Dalam Kis, Kristus dan Roh terang dibedakan. Perhatikanlah 8:16 dan 19:1-6, di mana karunia Roh diberikan menyusuli kelahiran baru dan nampaknya dapat dilihat dan didengar. Tapi tidak ada landasan untuk menyimpulkan bahwa kuasa karunia Roh dapat dialami tanpa Kristus. Roh datang kepada orang yg percaya akan janji yg dibuat bagi dan oleh Kristus (bnd acuan PL yg mengacu pada Kis 2:39 yakni Yes 54:13; 57:19; Yl 2:28-32), dan menantikan penggenapannya -- bahwa Roh Kudus datang. Tujuan kedatangan Roh disebut sebagai memperlengkapi saksi-saksi perihal karya akbar Allah dalam Kristus ketika Ia mengerjakan keselamatan di Sion. Janganlah kita mensyukuri Roh demi Roh itu sendiri, tapi demi Kristus. Rasul-rasul dipenuhi oleh Roh, berkhotbah dan melakukan pekerjaan kasih yg ajaib dalam nama Yesus dari Nazaret (Kis 3:6); Roh menjaga kehormatan Anak dan menolak hormat bagi diriNya dan bagi manusia (Yoh 16:14).

Ajaran paling rinci perihal Roh terdapat dalam surat rasuli yg bicara tentang pengalaman jemaat yg dipenuhi oleh Roh. Beberapa sarjana melihat perkembangan kronologis dalam ajaran Paulus mengenai Roh. Menurut mereka dalam Surat Paulus yg paling pertama (2 dan 2 Tes), ia sependapat dengan gereja perdana, terutama dalam pengakuan yg kurang kritis mengenai karunia lahiriah dari Roh (karunia lidah, nubuat, 1 Tes 5:19, 20) disamping sifat moral batiniah, kekuatan-kekuatan moral yg dikerjakan oleh Roh (1 Tes 1:5, 6). Tapi dalam Surat Rm, Kor dan Gal Paulus prihatin -- demikian para sarjana itu -- perihal tuntutan berlebih-lebihan akan Roh dari orang-orang yg menyalahgunakan karunia Roh sehingga merusak keharmonisan gereja. Ia tetap mengklaim dan sadar akan pengalamannya sendiri dan rekannya tentang 'karunia lahiriah' itu, tapi menomorduakannya dibanding agape Kristen -- kasih Kristus yg dicurahkan dalam hati oleh Roh dan disebut kasih Roh (Rm 15:30). Penekanan lebih terletak pada buah moral spontan yg memancar nyata dalam hidup atau perilaku orang percaya karena Roh, ketimbang pada 'karunia' Roh. Karunia itu dinilai berdasarkan bobot buah-buah Roh itu (Gal 5:22, 23).

Pada tahap ini terdapat ajaran Paulus mengenai Roh yg sangat berharga, yaitu hubungan Roh yg sangat dekat dengan Kristus yg hampir tak dapat dipisahkan. Paulus bicara tentang 'Roh Kristus', 'Roh Allah' 'Roh Kudus' dan 'Roh' tanpa perbedaan sampai ungkapan yg sangat sulit 'Tuhan yg adalah Roh' (2 Kor 3:18).

Kumpulan Surat-surat terakhir ditulis (menurut tradisi) saat masa Paulus di penjara (Flp, Ef, Kol, dan Surat-surat Penggembalaan) menekankan secara bersama-sama pekerjaan Roh yg menciptakan dan memelihara kesatuan gereja (Ef 4:3, 4).

Dalam tulisan baik yg paling pertama maupun yg terkemudian (1 Kor 2 dan 2 Tim 3 -- bila theopneustos menunjuk pada Nafas Roh Allah), Paulus memperlihatkan hubungan antara Roh dan pengetahuan spiritual, pengertian dan kebijaksanaan. Roh-lah yg mengetahui pikiran Allah dan yg sanggup mengajarkan perihal Allah dengan meresapkannya ke dalam pikiran (roh) manusia (1 Kor 2:4; Rm 8:26, 27). Karya Roh dalam penyataan bersifat menebus. Ia tidak hanya memberitakan berita menarik tentang Allah, tapi juga bekerjasama dengan Allah dalam aktivitas yg dibarengi kekuatan (1 Kor 2:4). Paulus tidak menulis langsung mengenai karya Roh yg menuntun orang pada pertobatan, atau mengenai kelahiran baru. Tapi karya Roh pada saat kelahiran baru atau sesudahnya sering disebut. Roh-lah yg mengangkat manusia menjadi anak Allah, dan bersaksi dengan roh manusia tentang hal itu (Rm 8:15, 16; Gal 4:6). Roh Perjanjian yg memeteraikan orang percaya (Ef 1:13). Roh yg satu yg oleh-Nya tersedia jalan masuk dalam Kristus kepada Bapak. Jalan masuk meliputi perdamaian dan persekutuan, terutama dalam doa. Sama seperti Anak yg berdoa di sebelah kanan Bapak, Roh juga berdoa untuk kita (Ef 2:18; Rm 8:26).

Roh Kudus -- dengan memberi diriNya menjadi kehidupan rohani orang percaya, memungkinkan orang percaya itu mengalami kehidupan Kristus yg bangkit dalam dirinya. Roh adalah Pencipta, Sumber dan Penata kekuatan sepanjang hidup dalam proses pertumbuhan spiritual, dan hanya dengan Roh maka orang percaya dapat memperoleh kemenangan melawan dosa. Roh melepaskan orang kudus dari belenggu ketergantungan mutlak pada hukum secara harfiah; Roh adalah Roh Kristus Pembebas, dan Yg mengubah orang berdosa, yg menyesuaikannya dengan citra Kristus (2 Kor 3:17, 18). Roh Kudus ialah Roh Kerajaan Allah yg mengutamakan kebenaran, damai sejahtera dan sukacita di atas makanan dan minuman (Rm 14:17). Di atas segala-galanya, Roh-lah sumber kebenaran, sumber kasih kudus yg mengungguli imam dan pengharapan, yg paling pertama dan utama dalam daftar buah Roh hasil spontan dari pekerjaan-Nya (Gal 5:22, 23). Dalam rangka itu maka karunia-Nya kepada gereja harus dihargai dan digunakan (1 Kor 12, 13). Roh-lah yg mempersatukan, dan apabila Ia membagikan karunia yg berbeda Ia berusaha memelihara kesatuan dalam ikatan damai sejahtera (Ef 4:3). Janganlah memadamkan Roh karena tidak bersandar pada-Nya, dan janganlah mendukakan-Nya dengan mengandalkan-Nya secara salah (1 Tes 5:19; Ef 4:30).

Di luar Surat-surat rasul Paulus acuan pada Roh Kudus sedikit dan tidak menambah kejelasan mengenai sifat atau tabiat-Nya. Alkitab adalah ucapan dan karya-Nya (Ibr 3:7; 2 Ptr 1:21). Hubungan-Nya dengan Kristus dinyatakan (Ibr 9:14; 1 Ptr 1:1, 2; 1 Yoh 4:3). Dalam Why Kristus yg ditinggikan berbicara kepada jemaat melalui Roh yg transenden; Roh memperlengkapi penulis Why dengan wahyu eskatologis dan melihat drama universal yg mencapai puncaknya pada saat Roh dan Pengantin Perempuan bersama-sama memberi hormat kepada Kristus Tuhan pada kedatangan-Nya yg kedua kalinya kelak.

Data-data alkitabiah mengenai Roh Kudus menyatakan bahwa Roh Kudus tidak diciptakan, tapi adalah daya kreatif dari Allah pengasih yg kudus, transendental namun sebagai yg berpribadi hadir dalam roh manusia. Kadang-kadang Roh Kudus nampak sebagai daya imanen, atau asas hidup, yg menopang alam semesta dan isinya. Pengakuan akan kuasa Roh pada tingkat ini pun sudah sangat bermanfaat bagi manusia, yg setiap waktu dan yg senantiasa makin tergantung pada energi alam, tapi cenderung menyalahgunakan energi itu untuk menimbulkan kekacauan dan bencana. PL bicara tentang Roh memampukan para tukang, mengilhami para pemimpin umat, dan menobatkan orang-orang saleh sehingga haus akan kekudusan. Semua peri 'kecakapan' itu digenapi dalam PB pada Dia yg melalui nafas Allah tidak terhalang mengucapkan Firman Allah, dan yg pada diriNya sendiri adalah Logos -- Firman Allah. Dosa yg menjadi kendala dalam diri manusia dipikul oleh Dia yg melalui Roh yg kekal mempersembahkan diriNya yg tanpa cacat kepada Allah, yg oleh Roh kekudusan dibangkitkan dari antara orang mati (Ibr 9:14; Rm 1:4). Sejak pengalaman itu Allah yg menjadi manusia bersama kita, menjadi pengalaman Allah Roh berdiam dalam kita. Kehidupan, terang, kemerdekaan dan kasih Kristus diambil oleh Roh dan diterapkan pada roh manusia, sehingga manusia diinsyafkan akan kematian, kegelapan, perhambaan, dan kebencian akan Allah dan segala kebaikan, ia diperbaharui oleh kekuatan yg menuju pada kebenaran, yaitu Roh kemuliaan.

Pengikut Kristus wajib sadar akan tindakan Roh yg berperang demi dia dan dengan dia, meyakinkannya, mengubah, mendesak, mengawal dengan peringatan lembut, supaya tidak memadamkan atau mendukakan Roh dan teristimewa supaya tidak menghujat Roh. Dampak moral dan spiritual dalam kepribadian manusia tidak dapat terjadi oleh dan karena sesuatu yg tidak berpribadi. Dan peningkatan kepribadian yg benar terjadi hanya bila manusia dipertemukan dengan Roh, dalam Siapa Allah Yahweh -- AKU ADALAH YANG AKU ADA -- menjumpai manusia. Pada perjumpaan itu manusia tahu pasti, bahwa tidak ada yg lain kecuali Allah sendiri yg memanggilnya. Waktu bersekutu dengan Allah dalam persekutuan Roh penyucian, manusia tahu bahwa sekarang dirinya berada dalam persekutuan yg baru dengan sesamanya di dalam Kristus, memasuki dan sekaligus menghayati sarana dan tanggung jawab dalam kerajaan Roh. Manusia baru dapat tercipta hanya bila Roh Kudus mempersatukan manusia ragawi yg memiliki roh itu dengan Makhluk Baru Yang Kudus. Dikelilingi oleh dosa, ketidakbenaran, pencemaran hidup dan ancaman kematian, manusia wajib berseru kepada Roh Kudus yg dapat menghidupkan dan yg dapat memberikan realitas pada ibadatnya, pekerjaannya dan kesaksiannya. Hanya dengan mengambil bagian dalam Roh Kudus dan menghormati anugerahNya, manusia dapat senantiasa dan untuk selamanya berada dalam citra baru dan menikmati persekutuan dengan Roh Kudus.

KEPUSTAKAAN. H Berkhof, The Doctrine of the Holy Spirit, 1965; F. D Bruner, A Theology of the Holy Spirit, 1970; J. D. G Dunn, Baptism in the Holy Spirit, 1970; Jesus and the Spirit, 1975; 'Spirit, Holy Spirit', NIDNTT 3, hlm 689-709; M Green, I Believe in the Holy Spirit, 1975; G. S Hendry, The Holy Spirit in Christian Theology, 1965; J. H. E Hull, The Spirit in the Acts of the Apostles, 1967; M. E Isaacs, The Concept of Spirit, 1976; G. W. H Lampe, Holy Spirit, 1DB 2, hlm 626-638; K McDonnell (red.) The Holy Spirit and Power, 1975; G. T Montague, The Holy Spirit: Growth of a Biblical Tradition, 1976; D Moody, Spirit of the Living God, 1968; E Schweizer dll, TDNT 6, hlm 332-451; T. S Smail, Reflected Glory, The Spirit in Christ and Christians, 1975; A. M Stibbs dan J. I Packer, The Spirit within You, 1967; L. J Suenens, A New Pentecost?, 1975; J. V Taylor, The Go-Between God, 1972. Tentang roh manusia: H. W Robinson, The Christian Doctrine of Man, 1926; W. D Stacey, The Pauline View of Man, 1956. GW/IMP/HAO



BAHASA ROH, KARUNIA [Ensiklopedia]

(Artikel ini hanya membahas bukti alkitabiah untuk bahasa roh, tanpa membicarakan 'gerakan kharismatik' modern.) Berbicara dalam bahasa roh (Yunani glossolalia) ialah suatu karunia Roh yg disebut dalam Mrk 16:17; Kis 10:44-46; 19:6, lalu dibicarakan dalam Kis 2:1-13 dan 1 Kor 12-14.

Tatkala murid-murid yg telah berkumpul dipenuhi dengan Roh Kudus pada hari Pentakosta, mulailah mereka'berkata-kata dalam bahasa-bahasa (glossai) lain seperti yg diberikan oleh Roh itu kepada mereka untuk dikatakannya' (Ki 2:4), sehingga banyak orang Yahudi dari luar Palestina tercengang mendengar puji-pujian bagi Allah dalam bahasa-bahasa (glossa, ay 11) dan dialek-dialek (dialektos, ay 6, 8) yg dipakai di negeri mereka sendiri. Walaupun umum diterima bahwa Lukas melaporkan murid-murid itu berbicara dengan bahasa-bahasa asing, namun keterangan ini tidak diterima oleh seluruh orang. Sejak dari zaman Bapak-bapak Gereja ada orang yg menafsirkan ay 8 sebagai mujizat pendengaran, yg dikerjakan dalam diri pendengar-pendengar.

Gregorius dari Nazianzus (Orat 41. 10, In Pentecosten) menolak pandangan ini dengan dasar, bahwa pandangan ini mengalihkan mujizat dari murid-murid ke orang banyak yg tidak percaya, dan mengabaikan juga kenyataan bahwa berbicara dengan bahasa roh itu sudah mulai sebelum ada pendengar-pendengar (ay 4, bnd ay 6).

Banyak ahli modern yg bercorak rasionalistis berpendapat bahwa glossolalia dalam Kis 2:1-13 serupa dengan yg diterangkan dalam 1 Kor 12-14, dan merupakan pengungkapan orang kesurupan yg tak dapat dimengerti. Mereka menduga bahwa apa yg mereka sebut 'berita asli' tentang hari Pentakosta (Kis 2:1-6a, 12 dab tanpa heterais dlm ay 4) hanya menceritakan pengungkapan yg bersifat kesurupan, dan Lukas sendiri menyisipkan singgungan bahasa-bahasa lain. Maksudnya menurut mereka ialah, atau memberi keterangan yg lebih enak pada saat ketika glossolalia tidak dihormati lagi (inilah pendapat H. Weinel, Die Wirkungen des Geistes and der Geister, 1899, hlm 74 dab), atau sebagai tafsiran yg merupakan lambang yg dipengaruhi oleh pengertian Pentakosta sebagai pembalikan dari kutuk di menara Babel (Kej 11:1-9), atau sebagai kesejajaran dengan pemberian hukum Taurat di G Sinai dalam 70 bahasa umat manusia (inilah cerita dlm Midrasy Tankhuma 25c: lih F. J Foakes-Jackson dan K Lake, The Beginnings of Christianity, 1920-33, 5, hlm 114 dsb).

Tapi pandangan-pandangan ini merupakan ketidakpercayaan belaka. Tidak ada bukti dalam Kis untuk mendasarinya, dan tidak masuk akal bahwa Lukas dapat salah mengerti kodrat glossolalia. Kesejajaran yg jelas mengingat bahwa ingatannya pasti dipengaruhi oleh kenyataan, dan bahwa para murid secara nyata berbicara dengan bahasa-bahasa lain. Sampai berapa jauh hal itu terjadi tidak diketahui dengan pasti, sebab kebanyakan pendengar agaknya mengerti bh Yunani atau bh Aram, tapi paling sedikit logat Galilea mereka dibebaskan dari sifat-sifatnya yg khas, sehingga dapat dimengerti oleh orang banyak yg berbicara jamak itu (ay 7, bnd Mrk 14:70).

Berbicara dalam bahasa-bahasa yg baru (glossais kainais) disebut dalam Mrk 16:17 sebagai tanda yg akan menyertai iman kepada Tuhan Yesus Kristus. Tanda itu menyertai pencurahan Roh Kudus kepada orang-orang non-Yahudi pertama yg bertobat (Kis 10:44-46; 11:15) dan pasti merupakan salah satu penjelmaan yg kelihatan di tengah-tengah orang-orang percaya pertama di Samaria (Kis 8:17-19). Kelompok murid yg terasing di Efesus, yg mungkin orang-orang percaya pertama kepada Mesias tanpa menyadari tentang Pentakosta (lih N. B Stonehouse, 'Repentance, Baptism and the Gift of the Holy Spirit', WTJ 13, 1950-1951, hlm 11 dsb) berbicara dalam bahasa roh, tatkala Roh Kudus turun kepada mereka (Kis 19:6). Dalam setiap peristiwa itu glossolalia yg umum dan yg berbicara sendiri, ialah bukti yg dapat dilihat tentang pengulangan dari pencurahan Roh Kudus yg mula-mula pada hari Pentakosta, dan nampaknya bertujuan untuk menyungguhkan dimasukkannya golongan orang percaya baru ke. dalam Gereja Yahudi-Kristen yg berhati-hati itu (bnd Kis 10:47; 11:17-18. Lih W. G Scroggie, The Baptism of the Holy Spirit and Speaking with Tongues, hlm 16).

Glossolalia yg timbul di Korintus dalam beberapa segi berbeda dari yg diterangkan dalam Kis. Di Yerusalem, seperti yg di Kaisarea dan Efesus, seluruh kumpulan menerima Roh Kudus, sedang di Korintus tidak semua menerima karunia yg diinginkan itu (1 Kor 12:10, 30). Nampaknya dalam Kis glossolalia merupakan pengalaman mula-mula yg bersifat sementara dan yg tak dapat ditolak, tapi di Korintus merupakan karunia yg terus-menerus diberikan dan yg terletak di bawah kuasa si pembicara dalam bahasa roh itu (I Kor 14:27-28). Waktu Pentakosta 'kata-kata Roh' itu segera dimengerti oleh para pendengar, tapi di Korintus karunia tambahan untuk menafsirkan harus ada untuk membuatnya dapat dimengerti(ay 5, 13, 27). Hanya pada peristiwa Pentakosta berkata-kata dalam bahasa-bahasa lain disebut secara khusus. Tapi di mana-mana glossolalia dilukiskan sebagai terdiri dari ucapan-ucapan yg jelas dan bermakna, yg diilhamkan oleh Roh Kudus dan digunakan terutama dalam ibadah (Kis 2:11; 10:46; 1 Kor 14:2, 14-17, 28).

Bahasa-bahasa roh bermacam-macam sifatnya (1 Kor 12:10). Di Korintus agaknya bahasa roh itu bukan bahasa asing, yg dinamai Paulus dengan kata lain (phone, 14:10-11), sebab yg harus ada untuk memahaminya bukanlah kepandaian ilmu bahasa, tapi suatu karunia khusus. Begitu juga bahasa roh itu bukan hanya suara-suara yg tak berarti yg bersifat kesurupan, walaupun nalar budi si pembicara tidak berperan (ay 13-14) dan ucapan-ucapannya tetap tidak dapat dimengerti bahkan olehnya sendiri pun, jika tiada yg menafsirkan, sebab kata-kata (ay 19) dan maknanya (ay 14-17) tetap diakui, dan bahasa roh yg sudah ditafsirkan sama nilainya dengan nubuat (ay 5). Suatu bentuk bahasa tertentu diisyaratkan oleh kata Yunani untuk 'menafsirkan', yg di mana pun dalam PB terkecuali Luk 24:27, selalu berarti 'menerjemahkan' (bnd J. G Davies, 'Pentecost and Glossolalia', JTS NS 3, 1952, him 228 dsb).

Agaknya baik jika bahasa-bahasa roh dipandang sebagai bahasa-bahasa istimewa, yg tidak mempunyai sifat-sifat bahasa biasa, tapi yg diilhamkan oleh Roh Kudus untuk ibadah, sebagai tanda bagi orang-orang yg belum percaya (14:22), dan jika sudah ditafsirkan, untuk membangun orang-orang percaya. Orang-orang Korintus menambahkan nilai lebih dan menyalahgunakan glossolalia demikian rupa, sehingga Paulus dengan tegas membatasi pemakaiannya di muka umum (ay 27-28), dan menekankan keunggulan nilai nubuat bagi seluruh gereja (ay 1, 5). Tak dapat dipastikan apakah penjelmaan glossolalia zaman ini benar-benar menyerupai bentuk-bentuknya dalam PB.